Kopi Toraja, atau yang juga dikenal dengan sebutan Kopi Celebes Kalossi, adalah kopi yang memiliki kandungan asam rendah dan memiliki 'bodi' yang berat. Inilah yang menjadi alasan kebanyakan orang untuk mencari kenikmatan Kopi Toraja yang sangat khas ini.
Termasuk dalam jenis kopi arabika, profilnya mirip dengan kopi Sumatera. Sebagian orang bilang, kopi Sulawesi dan kopi Sumatera memiliki rasa khas yang serupa, seperti rasa tanah dan hutan, “hmmm, sulit membayangkan bagaimana rasanya.”
Aroma wangi kopi langsung tercium ketika membuka kemasan Kopi Toraja yang telah jadi. Rasa pahitnya berbeda dengan kopi lainnya. Rasa tanah ini justru menjadi nilai lebih Kopi Toraja. Beberapa jenis kopi meninggalkan rasa pahit cukup lama di mulut. Tapi, tidak dengan Kopi Toraja ini. Rasa pahitnya akan segera hilang.
Tana Toraja adalah sebuah kabupaten di pegunungan di Provinsi Sulawesi Selatan, berjarak 300 kilometer dari Makassar, ibukota provinsi. Meski tak setenar Toraja yang sudah terkenal, akan tetapi ternyata daerah-daerah di sekitarnya juga memiliki potensi yang cukup menggembirakan. Salah satunya adalah produsen kopi bermutu.
Kopi Toraja yang dikenal oleh masyarakat luas sekarang ini bahkan sampai ke luar negeri, sebagian besar ditanam di perkebunan milik penduduk di lereng-lereng gunung. Inilah yang menjadi keunggulannya; bahwa orang Toraja dikenal mampu memelihara beragam tradisi yang sudah berumur ratusan tahun.
Tradisi tersebut, salah satunya adalah upacara pemakaman 'Rambu Solo' yang mengundang minat banyak wisatawan domestik maupun luar negeri. Nah, untuk proses penanaman dan pengolahan kopi, juga melalui tradisi yang berumur ratusan tahun dan tetap dijaga hingga saat ini.
Pengolahan kopi secara tradisional tersebut adalah dengan menggoreng kopi sampai hitam, hingga matang. Cara penggorengan sampai hitam ternyata menghilangkan karakter asam kopi. Namun, cara pengolahan ini lantas dirubah oleh pengusaha dari Jepang.
Go International
Perjalanan kopi ini hingga bisa go international tidaklah mudah, namun melalui proses yang cukup panjang. Awalnya pemerintah kolonial Belanda mengetahui keberadaan 'harta karun' ini. Mereka sempat membuka perkebunan kopi seluas 300 hektar dan menamainya Kalossi Celebes Coffee, namun tidak berjalan mulus. Kemudian masuklah Jepang ke Indonesia. Dengan masuknya Jepang di Indonesia, biji kopi ini sempat diperkenalkan ke 'Negeri Matahari Terbit' tersebut.
Pada 1973, Hisashi Ohki –Wakil Presiden Direktur Kimura Coffee, sebuah perusahaan kopi Jepang– datang ke Indonesia. Pedalaman Ballokan, Tana Toraja yang merupakan perkebunan kopi bekas peninggalan Belanda dipelajarinya dengan seksama.
Ia yakin, industri Kopi Toraja akan bangkit kembali di dunia internasional jika prasarana di daerah itu dibenahi. Apalagi jika ada kerjasama dari masyarakat. Pada tahap awal, Ohki membangun perkebunan kopi seluas 1.000 hektar di Pedamaran dan 500 ratus hektar di Ballokan.
Tahun 1976, terbentuklah PT Toarco Jaya, usaha kerjasama Jepang dan Indonesia, berpusat di Ujung Pandang (sekarang Makassar), ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. 'Toarco' adalah kependekan dari 'Toraja Arabica Coffee'. Dengan berdirinya usaha dua negara ini, maka dimulailah persemaian benih untuk rencana penanaman 100 hektar.
Warga setempat pun direkrut untuk proyek ini. Kualitas kopi Indonesia pun dirubah termasuk cara pengolahannya dan mengatur kalorinya menggunakan komputer saat menggoreng. Dua tahun kemudian, Kopi Toarco Toraja mulai dipasarkan di Jepang. Penjualannya melebihi perkiraan. Bahkan, sampai keluar Jepang.
Di daerah lain, seperti Enrekang dan Pegunungan Latimojong, juga akan dikembangkan usaha serupa. Sebuah potensi yang begitu besar, untuk menjadikan Kopi Toraja berkeliling ke café-café di seantero dunia.
Klik disini travelicious.co.id untuk tau info diskonan seputar kuliner :)



Tidak ada komentar:
Posting Komentar